- Zaman Agama Buddha, sejak tahun 500 SM hingga kira-kira tahun 300 SM. Pada zaman ini timbullah agama Buddha, yang berlainan sifatnya dibandingkan dengan agama Weda. [1]
- Zaman agama Buddha mempunyai corak yang sangat lain dari agama Weda. Zaman Agama Buddha ini diperkirakan berlangsung antara 500 SM – 300 SM.[2]
- Sekarang pengetahuan tentang sejarah bangsa Arya itu lebih lengkap dan lebih terang daripada sejarah bangsa-bangsa asli India di zaman purbakala. Bangsa dravida lama-kelamaan dipengaruhi oleh bangsa Arya, sehingga terjadilah pertempuran kebudayaan dan agama baru.[3]
A. Zaman timbulnya kerajaan-kerajaan Arya. Zaman Pemerintahan raja-raja
Maurya.
Raja-raja Magadha yang
terkenal ialah Sisunaga (642 SM), Bimbisara (582 SM), dan Ajatasatru, nama lain
Kunika (554 SM). Bimbisara memperluas kerajaan Magadha dan menaklukan
kerajaan-kerajaan di sekelilingnya. Di masa pemerintahan Ajatasatru agama
Buddha dan Jaina mulailah bersaing untuk merebut kedudukan yang terpenting. Menurut
berita di masa itu Devadatta seorang keponakan Buddha melawan agama Buddha dan
mendirikan cabang agama baru yang mempunyai pengikut hingga abad ke-7, tarikh
Masehi. Ajasatru memperluas kerajaan Magadha dan memindahkan ibukotanya ke
Pataliputra, di tepi sungai Gangga.[4]
Kota itu amat mahsyur terlebih setalah menjadi ibu raja-raja Maurya di belakang
hari.[5]
Beberapa tahun
kemudian di waktu pemerintahan Udaya , cucu Ajatasaru (kurang lebih 516 SM) Darios
dari Persia menaklukan daerah di Sindh dan Punjab, di hulu sungai Indus. Dalam
berita-berita itu tertulis bahwa raja Persia mempunyai prajurit-prajurit bangsa
India yang turut berjuang di tanah Yunani. [6]
Sejak abad ke-5 SM,
sejarah kerajaan Magadha tidak begitu jelas lagi. Yang agak dapat dipercayai
adalah kisah ini. Salah seorang keturunan Bimbasara yang tidak begitu besar
kuasanya dibunuh dan diganti menterinya yang bernama Mahapadma Nanda dari
golongan Sudra. Raja itulah asal keturunan 9 orang raja yang berturut-turut
memerintah Magadha sampai tahun 322 SM. Pada tahun itu Nanda yang penghabisan
dibunuh oleh oleh Chandragupta Maurya. Menurut dugaan ia adalah seorang
keturunan Nanda juga akan tetapi kawin dengan perempuan kasta rendah. Dengan
Chandragupta mulailah riwayat kejadian-kejadian di India jelas dan dapat
ditentukan. Diwaktu pemerintahan raja itu, Magadha berhasil merebut kuasa yang
seluas-luasnya. Akan tetapi dua tahun sebelum ia diangkat menjadi raja
terjadilah peristiwa yang besar akibatnya bagi seluruh India, yaitu penyerbuan
Iskandar Zulkarnain ke India utara. [7]
1.)
Penyerbuan Iskandar Zulkarnain ke
India
Iskandar Zulkarnain
adalah seorang raja dan panglima besar Yunani yang mahsyur dalam sejarah Barat
purbakala. Ayahnya memerintah dalam negeri kecil , yaitu Makedonia, bagian dari
tanah Yunani. Waktu masih muda ia mendapat pendidikan yang luas, bukan dalam
keprajuritan saja tapi dalam ilmu filsafat dan pemerintahan juga.[8]
Ayahnya mempunyai
cita-cita untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di Yunani dan memperluas
kerajaannya sampai ke daerah Asia, akan tetapi sebelum ia dapat menjalankannya,
ia dibunuh oleh seorang penjahat.[9]
Putra mahkota
Iskandar juga yang pada ketika itu baru berumur 24 tahun menjadi raja di negeri
Makedonia sebagai penggantinya. Iskandar mengadakan persediaan untuk meneruskan
niat ayahnya itu. Di tahun 334 SM
balatentaranya menyebrang selat Hellesponts yang memisahkan Eropa dengan Asia. Dengan
cepat seperti halilintar ia menaklukan Asia Muka (Turki sekarang), Syria,
Palestina, Mesir, Persia, dan Baktria, sehingga di tahun 327 SM jadi sudah
tujuh tahun sudah meninggalkan negerinya, balatentaranya tiba di batas India,
negeri yang mengandung banyak rahasia kekayaan dan hasil-hasil kebudayaan yang
luhur. Bagi seorang pahlawan yang muda, remaja nafsunya tidak dapat tertahankan
lagi untuk memasuki dan memerangi India yang sudah begitu dekat di hadapannya.[10]
Setelah
didirikannya benteng-benteng pertahanan di tapal India dan Baktria. Maka tahun
327 SM turunlah ia ke lembah India melalui pegunungan Hindu – Kush dan
jurang-jurang yang dalam.[11]
Menurut berita,
Iskandar mula-mula tidak mendapatkan perlawanan dalam negeri-negeri yang
didudukinya. Di antara negeri yang terkenal itu ialah negeri Takkashila.
Peninggalan kota itu sekarang masih nampak di dekat kota Rawalpindi. Ia
menyebrangi hulu sungai India dan terus memasuki Punjab atau negeri lima
sungai. Akan tetapi ketika melalui sungai Jhilam (dalam bahasa Yunani:
Hydaspes) Iskandar mengalami perlawanan hebat yang belum pernah dialaminya
dalam tujuh tahun, sejak ia menyerbu ke Asia. Tatkala Iskandar sampai di tepi
sungai Jhilam, raja negeri Poros sudah siap sedia menantikan kedatangannya
dengan tentara terdiri dari 30.000 serdadu berjalan, 4000 serdadu berkuda, 300
kereta perang yang ditarik empat ekor kuda, 200 gajah perang, semua membawa
senjata yang lengka. Iskandar lebih dari tiga bulan terhambat dan terpaksa
mengadakan persediaan untuk melawan, balatentara yang kuat itu. Akhirnya
dapatlah ia menyerang pasukan gajah raja Poros itu dulu, sehingga terjadi
kekacauan di antara binatang-binatang itu. Mereka menginjak serta membantingkan
baik musuh maupun pasukan raja sendiri dengan belalainya sampai mati. Sesudah
itu barulah pasukan berkuda mengepung dan menghalaukan balatentara Poros itu ke
pinggir sungai Jhilam yang dalam itu. Tidak lama kemudian raja Poros terpaksa
menyerah, setelah ia mendapat luka-luka yang parah. Iskandar menghormati
musuhnya dan memerdekakan tawanan semuanya, mereka berjanji akan berkerja sama
dengan orang Yunani.[12]
Tiba di tepi sungai
bias, balatentara Iskandar mogok da mengatakan tidak bersedia berperang lagi,
melainkan hendak pulang ke Yunani yang tujuh tahun mereka tinggalkan. Dengan
bijaksana Iskandar memenuhi kemauan tentaranya dan mengumumkan supaya perang di
India diselesaikan pada tempat itu saja. Sebelum balik ke Yunani, Iskandar
mendirikan dua belas candi sebagai tanda peringatan dan tanda perasaan
berterima kasih kepada dewa-dewa kebangsaan. Peristiwa itu terjadi pada tahun
326 SM.[13]
Iskandar menganggap
negeri-negeri itu semuanya masuk bagian-bagian kerajaannya dan ia berharap akan
lekas kembali ke India. Sebagai wakilnya untuk memerintah negeri-negeri yang
takluk itu diangkatnya Poros, musuh lama itu. Akan tetapi kedatangan ajalnya
kedatangan ajalnya tidak dapat dielakkan dan dengan wafatnya tidak lama
kemudian, India terlepas dari kerajaan Yunani.[14]
2.)
Pemerintahan raja-raja Maurya
Mengingat lemahnya
kedudukan wakil-wakil yang ditinggalkan oleh Iskandar di India mengertilah kita
bahwa tidak lama setelah kabar wafatnya Iskandar terdengar, penduduk
negeri-negeri itu langsung bertindak untuk merebut kemerdekaannya. Pemimpin
gerakan itu bernama Chandragupta, keturunan raja Nanda di Magadha yang dibuang
keluar negerinya dan lari ke India Utara. Tidak dapat tidak Chandragupta pernah
bertemu juga dengan Iskandar dan sebagai pemuda bangsawan yang mempunyai
perasaan keprajuritan itu tentu tertarik oleh kegagahan dan kebijaksanaan
pahlawan itu.[15]
Kerajaan iskandar
dibagi-bagi oleh panglima perangnya yang semata-mata menjadi raja sendiri dalam
daerah masing-masing. Diantara mereka ada Seuleukos menguasai bagian timur yang
melingkungi India Utara. Dalam tindakannya untuk mempertahankan kuasanya di
negeri itu ia dikalahkan oleh Chandragupta dari Magadha. Sehingga ia terpaksa
berdamai di tahun 305 SM. Perdamaian itu amat besar artinya, sebab semenjak itu
Seuleukos mempunyai utusan di Pataliputra, ibukota Magadha. Seorang di antara
utusan-utusan bernama Megasthenes. Ia tuliskan pengalamannya disana dengan rapi
dan teliti. Surat-suratnya masih tersimpan dan salinannya menjadi sumber yang
amat berharga untuk mengetahui keadaan dalam kerajaan Chandragupta pada masa
itu 322 – 298 SM dan pemerintahan puteranya raja Bindusara (298 – 172 SM).[16]
Seorang penulis
yang mahsyur lagi ialah Chanakya Vishnugupta, seorang Brahma, guru dan pembesar
penasehat Chandragupta.[17]
Tentang peraturan
pemerintah dan kehakiman di zaman ini, kitab Arthasastra memberikan keterangan
yang cukup. [18]
Keterangan-keterangan
itu semuanya menggambarkan Magadha sebagai suatu negeri yang majun dan
mempunyai kebudayaan tinggi, pemerintahan, keuangan, kehakiman, perekonomian
serta cara pertahanan yang teratur. Lagi pula, peraturan-peraturan pemerintahan
tidak ditiru dari manapun juga, melainkan muncul dari kebijaksanaan dan pikiran
sendiri.[19]
Pusat segala kuasa
adalah raja, dibawahnya terdapat raja-raja muda yang menguasai daerah-daerah
atau provinsi-provinsi. Disamping raja ada suatu badan penasehat tinggi. Pusat
pemerintahan diserahkan kepada 18 kementrian. Yang amat lengkap ialah
kementrian pertahanan negeri, dibagi atas 8 bagian. Pembesar-pembesar negeri
menerima gaji yang cukup supaya mereka jangan memeras penduduk. Pajak tanah,
cukai barang masuk, pajak penghasilan, semuanya terhiitung aturan-aturan yang
modern, sudah dijalankan dalam kerajaan Magadha. Untuk menambah hasil pertanian
diadakan pengairan yang sangat perlu dalam negeri yang panas seperti India
dengan cara besar-besaran.[20]
Pertahanan di dalam
negeri kuat sekali. Menurut keterangan Megasthenes balatentara Magadha terdiri
dari laki-laki 600.000 serdadu berjalan, 30.000 serdadu menunggang kuda, 9000
ekor gajah, dan 8000 kereta perang.[21]
Kaum Brahma
mendapatkan perlindungan yang luar biasa, oleh sebab itu mereka besar
pengaruhnya terhadap raja. Menurut berita dari kaum Jaina, raja Chandragupta
pada suatu waktu menarik diri dari pemerintahan dan menjadi pengikut Jaina,
sesudah terjadi kelaparan yang hampir 10
tahun lamanya sebab ia merasa berdosa terhadap rakyatnya. Ia diganti oleh
putranya, Bindusara (298 – 272 SM). Riwayat raja ini tidak begitu jelas, hal
yang tentu ialah bahwa raja itu pertama kali memerangi bangsa-bangsa di daerah
Deccan di India tengah.[22]
Ia diganti oleh
putranya yang kelak mendapat nama yang mahsyur dalam sejarah India, ialah Asoka
Vandhana (272 – 232 SM).[23]
Sebelum Asoka naik
tahta kerajaan, ia memegang kekuasaan sebagai raja muda di India Barat, suatu
ujian untuk menunjukan kecakapannya. [24]
Berlainan dengan nenek dan ayahnya ia ternyata seorang yang lemah lembut,
peramah, dan suka berbakti, setia kepada agama dan amat mengasihi rakyatnya. Walaupun
demikian ia terpaksa berperang untuk mengadakan ketentraman di Deccan dan
menaklukan kerajaan Kalinga (di pantai Teluk Benggala). Setelah raja Asoka
mendengar bahwa dalam peperangan itu lebih kurang dari 100.000 orang Kalinga
binasa dan 150.000 orang ditawan, ia sangat sedih hati dan bersumpah tidak akan
mengangkat senjata lagi terhadap siapapun juga untuk selama-lamanya. Makin
nampaklah kerinduan raja untuk memeluk agama Buddha dan menjalankan segala
syarat-syarat agama itu dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pemerintahan.[25]
Di tahun 249 SM
atau 24 tahun sejak Asoka menjadi raja, baginda ziarah mengunjungi semua
tempat-tempat suci yang bersangkutan dengan hidup dan pengajaran Gautama
Buddha. Kota-kota itu ialah, Kapilavastu (tempat lahir Buddha), Sarnath dekat
Benares (tempat Buddha pertama kali menyebarkan agamanya), Sravasti, Gaya
(tempat pohon bodhi yang suci), dan Kusinagara (tempat wafatnya). Di
tempat-tempat itu baginda memberi sedekah dan mendirikan tanda-tanda peringatan
yang sampai sekarang sangat berarti bagi ilmu sejarah.[26]
Dengan resmi raja
Asoka meninggalkan agama Brahma dan memeluk Buddha. Kemudian baginda masuk
bikhsu (reshi), dari sikap ini jelaslah bahwa agama buddha di zaman itu
mendapat kedudukan sebagai agama kerajaan. Atas titah raja Asoka didirikan
kurang lebih 48.000 buah stupa yang masih ketinggalan ialah stupa yang mahsyur
di Sanchi (India Tengah), dekat ibu negeri provinsi yang di bawah
pemerintahannya dulu. Untuk anaknya putri Charumati yang sungguh berbakti
didirikan oleh raja beberapa wihara atau asrama bagi kaum wanita, terutama di
bagian Nepal.[27]
Di waktu
pemerintahan Asoka, seluruh India hampir dapat disatukan. Hanya bagian ujung
selatan dan Sailan yang belum takluk kepadanya, kepulauan Sailan dikirim
utusan-utusan untuk mengajarkan agama Buddha. [28]
Dari zaman Asoka
sampai sekarang pulau Sailan adalah pusat pertahanan Buddha. [29]
Dalam sejarah India
belum pernah terdapat seorang raja yang begitu luas kerajaannya seperti Asoka.
Kerajaan Chandragupta di abad ke-5 Sesudah M dan kerajaan Moghul (Sultan Akbar
dan keturunannya) di abad ke-16 dan 17 tidak sampai menyamai kerajaan Asoka
itu.[30]
Yang penting sekali
dalam sejarah pemerintahan Asoka yang memahsyurkan namanya pula sampai sekarang
ialah tulisan-tulisan (prasasti) yang dipahat di dinding-dinding dan
tiang-tiang batu (Zuilen).[31]
Asoka dengan resmi
memeluk agama Buddha. Akan tetapi rakyat pada umumnya masih setia kepada agama
hindu, yang sudah berakar teguh dalam masyarakat tersebut sejalk purbakala.
Pandit-pandit Brahma masih besar pengaruhnya kepada rakyat. Asoka mengeluarkan
amanat supaya di antara agama-agama atau mazhab-mazhab haruslah ada ikatan
persaudaraan dan perdamaian; tiap-tiap agama merdeka melakukan kebaktian dan
mendapat perlindungan yang sama terhadap raja. Pendidikan masyarakat
didasarakan pada pengajaran Buddha. Oleh sebab itu ia melarang membunuh makhluk
berjiwa, baik manusia atau hewan. Yang melanggar akan mendapat hukuman yang
keras. Agama Buddha percaya bahwa manusia itu dalam hidupnya melalui beberapa
tingkat dan menjelma tiap-tiap kali dalam suatu jenis makhluk. Penjelmaan itu
ditentukan oleh karma, yang terdapat pada tiap-tiap manusia, yaitu hasil dari
segala perbuatannya yang baik atau buruk. Oleh karena itu, manusia dan
penjelmaannya tidak boleh dibunuh.[32]
Dalam maklumatnya,
Asoka memerintahkan supaya tiap-tiap orang menghormati orang tuanya leluhurnya,
dan orang-orang yang di atasnya. Kewajiban yang ketiga adalah supaya setiap
orang mencari kebenaran dan menuntut kerendahan dan kemurahan hati.
Perbuatan-perbuatan raja Asoka yang penting berhubung dengan ibadah dan kesucian
semangat ialah mendirikan rumh sakit dan rumah miskin, menyediakan
pondok-pondok untuk merawat hewan-hewan yang sakit, memberi derma kepada orang
yang bertapa (sangha), mendirikan wihara-wihara dan asrama-asrama, mengirim
utusan keluar negeri untuk memperkuat perdamaian, misalnya ke Iran, Mesir, dan
Sailan, mengadakan penjagaan di jalan-jalan raya, menyediakan pesanggrahan,
sumur-sumur air air, menanam pohon buah-buahan di pinggir jalan untuk umum
dlsb.[33]
Di Sailan, pusat
agama Buddha, ia dihormati sebagai seorang manusia yang telah mencapai
penjelmaan Bodhisatwa.[34]
Kerajaan Maurya
rupanya di bawah pemerintahan Asoka sudah sampai kepada puncak yang
setinggi-tingginya. Setelah raja wafat kaum Brahma yang merasa kedudukannya
sangat dibelakangkan di tengah-tengah masyarakat yang berdasar pada filsafat
Buddha mengajak rakyat supaya melawan Dasaratha, putera Asoka. Kerajaan Maurya
mulai mundur dan terpisah-pisah. Akhirnya keturunan Asoka hanya dapat
mempertahankan sebagian dari kerajaan yang luas itu.[35]
Tahun 185 sebelum
Masehi raja Maurya penghabisan Brihadrata dibunuh oleh panglima perangnya
Pushyamitra Sunga sengaja merebut kuasa dari tangan raja yang lemah itu untuk
memperkuat perlawanan terhadap musuh yang mengancam dari sebelah Baktria dan
Turkestan (bangsa Parthi). Musuh itu hendak menyerbu ke dalam kerajaan Maurya
yang sudah lapuk itu.[36]
Keturunan-keturunan
Sunga memrintah 112 tahun lamanya. Kejadian-kejadian yang penting tidak berapa
yang diketahui. Mual-mula raja Kalinga yang ditaklukan oleh Asoka dapat merebut
kerajaannya kembali, sehingga Pushyamitra terpaksa mengadakan perdamaian yang
mengurangi kuasanya.[37]
Peristiwa yang
kedua ialah peperangan dengan Menander raja Kabul, di sebelah timur Persia yang
seakan-akan hendak meniru Iskandar Zulkarnain dan bermaksud merebut India, akan
tetapi ia dikalahkan oleh Pushyamitra (155 sebelum Masehi). Inilah peperangan
penghabisan yang dilakukan oleh bangsa dari sebelah barat terhadap India.
Penjajahan imperialisme Barat baru mulai 1650 tahun kemudian dan datangnya dari
laut, yaitu mula-mula dengan kedatangan seorang portugis di abad ke-15 dan
seterusnya orang Inggris di abad ke-17.[38]
Raja-raja Sunga
tidak begitu menyukai agama Buddha; mereka itu memihak kepada kepada agama
Brahma. Dalam pemerintahan Pushyamitra kebiasaan-kebiasaan Brahma dihidupkan
lagi. Yang ajaib diantaranya ialah pengorbanan kuda (asvamedha).[39]
Seekor kuda yang
bagus dan berwarna luar biasa setelah dihiasi menurut upacara, dilepaskan dan
dihalaukan kemana-mana. Semua negeri-negeri dimana kuda itu nampak harus tunduk
atau diperangi. Sesudah satu tahun lepas, barulah kuda itu ditangkap dan
dibunuh serta dikorrbankan dengan upacara yang sebesar-besarnya.[40]
Kita tahu, agama
Buddha melarang keras pembunuhan hewan, maka jelaslah bahwa perbuatan demikian
semata-mata penghinakan agama Buddha. Pengorbanan kuda semacam itu akan kita
temui lagi lima abad kemudian, yaitu di zaman Samudragupta. Raja Sunga
penghabisan tidak berkuasa lagi, melainkan menjadi boneka saja di tangan
menterinya Vesudeva, yang akhirnya raja itu juga dan menjadi penggantinya (73
sebelum Masehi). Keturunannya bernama Kanva. Raja-raja Kanva memerintah selama
45 tahun saja dan diganti raja-raja Andhra, terdiri dari 30 turunan dan
memerintahkan hampir 250 tahun lamanya, sampai tahun 225 tarikh Masehi.[41]
[1] Harun Hadiwijono, Agama Hindu
dan Buddha. (Jakarta: Gunung Mulia, Cet. 17, 2010). h. 13
[2] Mukti Ali, Agama-Agama Dunia. (Yogyakarta:
IAIN Sunan Kalijaga Press, Cet. 1, 1988). h. 94
[3] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 19
[4] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 20
[5] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 21
[6] ibid
[7] ibid
[8] ibid
[9] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 22
[10] ibid
[11] ibid
[12] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 22-23
[13] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 23
[14] ibid
[15] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 25
[16] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 26
[17] ibid
[18] ibid
[19] ibid
[20] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 27
[21] ibid
[22] ibid
[23] ibid
[24] ibid
[25] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 27 -
28
[26] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 28
[27] ibid
[28] ibid
[29] ibid
[30] ibid
[31] ibid
[32] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 30
[33] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 30-31
[34] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 31
[35] Ibid
[36] ibid
[37] ibid
[38] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 31-32
[39] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 32
[40] ibid
[41] Mulia, INDIA: Sejarah Politik
dan Pergerakan Kebangsaan. (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 1, 1959). h. 27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar